Minggu, 14 Desember 2014

Makalah zakat, infaq, sedekah dan wakaf




BAB I
PENDAHULUAN

Umat Islam adalah umat yang mulia, umat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala umat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu umat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan bahwa umat islam kini jauh dari kondisi ideal. adalah akibat belum mampu mengubah apa yang dianugerahkan Allah pada umat islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama. tentu diperoroleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama , jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dana pendayagunaan sedekah, infaq dan wakaf dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya dizaman-zaman islam.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.     ZAKAT
a.       Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut “muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”.Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati. Di dalam Alquran Allah telah berfirman sebagai berikut:
“Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. Q.S. Al-Baqarah, 2:110
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.Q.S. At-Taubah, 9:60.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Q. S. At-Taubah, 9:103.
Adapun hadis yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannya zakat antara lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia bersabda: “Sesungguhnya engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh karena itu ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukannlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat lima kali sehari semalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk ajakan itu, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang-orang kaya mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya antara doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.

Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:
1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
4. Harta perdagangan.
5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.

Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:
1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.
3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.
5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.
7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.
8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).

b.      Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Sejak Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan sumber sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4 Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naib sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu memberikan dampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam, karena dengan sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat untuk melawan tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah terfokus pada masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah yang mendorong dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.

c.       Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.

Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1. Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil     
    zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
    baiknya.

Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1.      Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan  
dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4. Meningkatkan syiar Islam
5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

d.      Hikamah Ibadah Zakat
Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan zakat, infak, dan sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupun sedekah akan tercapai.
Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.
Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya, sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan dan pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat muslim tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepada mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.

B.     INFAQ
a.      Pengertian infaq
            Secara lughawi (etimologis) infaq berasal dari akar kata n-f-q نفض yang berarti
membelanjankan harta.

Dalam istilah fiqih infaq (infak) adalah mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik untuk perkara ibadah (mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan.
Dari pengertian di atas, maka menafkahi anak istri termasuk daripada infaq. 

Infaq secara hukum terbagi menjadi: (a) Infaq mubah; (b) infaq wajib; (c) infaq haram; (d) infaq sunnah.
a)      Infaq Mubah

     Mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti berdagang, bercocok tanam seperti tersebut dalam QS Al-Kahfi 18:43 وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنفَقَ فِيهَا

b)      Infaq Wajib

     Mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti 

(i) membayar mahar (maskawin) seperti disebut dalam QS Al-Mumtahanah :10
وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُو. 

(ii) menafkahi istri (QS An-Nisa 4:34
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ). 

(iii) Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah (QS At-Talaq 65:6-7)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا


Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. 

c)      Infaq Haram
            Mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh Allah yaitu:

(i) Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam. QS Al-Anfal 8:36
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً 

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan, 

(ii) Infaq-nya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah. QS An-Nisa' 4:38
وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاء قَرِينً

Artinya: Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya. 

d)      Infaq Sunnah

Yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah. Infaq tipe ini ada 2 (dua) macam yaitu
(i)                 infaq untuk jihad QS Al-Anfal:60.
(ii)               infaq kepada yang membutuhkan.

b.      Hikmah dari berinfaq
1)     Untuk mengangakat kehidupan orang-orang yang fakir untuk hidup yang layak
2)     Supaya tidak nampak perbedaan yang terlalu mencolok antara si kaya dan si miskin dan ternyata kemiskinan itu sangat berbahaya, karena agama juga bisa terjual.
3)     Kehidupan dalam masyarakat tanpa ada yang berinfaq yang kaya boros yang miskin hampir menjual agamanya, akan ada revolusi kelaparan yaitu orang-orang yang miskin akan berontak, harta bukan hanya keliling kepada orang-orang yang kaya saja.

C.    SEDEKAH
a.       Pengertian Sedekah.

Sedangkan  “Sedekah“  secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa) yang terdiri dari tiga huruf : Shod- dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur. Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.
Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka Rasulullah menyebut sedekah sebagai burhan (bukti), sebagaimana sabdanya :
وعن أبي مالكٍ الحارث بن عاصم الأشعريِّ - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمان ، والحَمدُ لله تَمْلأُ الميزَانَ ، وَسُبْحَانَ الله والحَمدُ لله تَملآن - أَوْ تَمْلأُ - مَا بَينَ السَّماوات وَالأَرْضِ، والصَّلاةُ نُورٌ ، والصَّدقةُ بُرهَانٌ ، والصَّبْرُ ضِياءٌ ، والقُرْآنُ حُجةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ .كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائعٌ نَفسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُها  رواه مسلم

Dari Abu Malik  Al harits Bin Ashim Al as'ariy ra.. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua yang ada diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti iman, sabar adalah pelita dan AlQuran untuk berhujjah terhadap yang kamu sukai ataupun terhadap yang tidak kamu sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).

Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib di jalan Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non materi, atau ibadah-ibadah fisik non materi, seperti menolong orang lain dengan  tenaga dan pikirannya, mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir, bahkan  melakukan hubungan suami istri, disebut juga sedekah.  Ini sesuai dengan hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه أنَّ ناساً قالوا : يَا رَسُولَ الله ، ذَهَبَ أهلُ الدُّثُور بالأُجُورِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أمْوَالِهِمْ ، قَالَ : أَوَلَيسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ بِهِ : إنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقةً ، وَكُلِّ تَكبيرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَحمِيدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً ، وَأمْرٌ بالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ  قالوا : يَا رسولَ اللهِ ، أيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أجْرٌ ؟ قَالَ : أرَأيتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرامٍ أَكَانَ عَلَيهِ وِزرٌ ؟ فكذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا في الحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ رواه مسلم
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu : Sesungguhnya sebagian dari para sahabat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah“. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim)

D. WAKAF
      1. Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuanIslam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.

Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa

Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifahini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri

Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah diKhaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)

2. Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
    Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya  
    wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini
    disebut tanjiz
             3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan  
                  (mauquf) itu

b. Rukun Wakaf
1)      Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
                        a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam

2)      Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a.      barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan  
maupun dikemudian hari
b.      milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan ataumusya (bercampur dan t
idak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain

3)      Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4)      Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)

3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a.       sebidang tanah
b.      pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c.       bangunan masjid, madrasah, atau jembatan

Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.

4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah
    mengenai Perwakafan Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan  
    Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
4)      Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir
dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik

b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1.   Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan
      Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.

2.      Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan
tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat

3.      Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis
dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi
     
4.      Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah
yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa

5.      Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah.

c.       Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf

Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan
     kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat

d.      Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
a.       Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
b.      Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya    
ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.

2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
a.       menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
b.      memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
c.       menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.

5)     Mengganti Barang Wakaf

Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.

6)     Pengaturan Wakaf

Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.

7)      Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1.      Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱرۡڪَعُواْ وَٱسۡجُدُواْ وَٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمۡ وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّڪُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)

2.      Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)

3.      Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.

Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.




































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Pengertian zakat adalah mengambil sebagian harta dengan ketentuan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu. Menurut kewajiban melakukannya, zakat adalah amal ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang dikenai kewajiban membayar zakat dan diberikan kepada 8 golongan masyarakat
            Sedekah adalah bentuk infak yang lebih khusus lagi, yaitu pembelanjaan yang dilakukan di       jalan Allah. Bersedekah tidak harus berupa uang. Kita juga dapat melakukannya dengan cara berbagi pikiran yang berguna dan membantu dengan tenaga.
Infak adalah semua jenis pembelanjaan seorang muslim untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat

    
            Perbedaan zakat, infak dan sedekah yang kedua adalah waktu pembayarannya. Kita dapat berinfak dan bersedekah kapan saja ketika memiliki kemampuan membayarnya. Sedangkan waktu pembayaran zakat hanya boleh dilakukan pada masa-masa tertentu saja. Zakat fitrah wajib dibayarkan selama bulan Ramadhan, lalu zakat maal dibayarkan ketika telah mencapai nisabnya dan dimiliki penuh selama setahun.

3.2 Saran
       Dalam makalah kami ini, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan dikoreksi, materi-materi yang disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu kami sangat mengharapkan kontribusi positif untuk kemajuan kita bersama, karena kami tidak menunggu sempurna untuk melakukan sesuatu, tapi kami melakukan sesuatu untuk menuju kesempurnaan.














DAFTAR PUSTAKA
http://www.ahmadzain.com/read/ilmu/384/pengertian-zakat-infak-dan-
sedekah/       http://www.google.com/url?


2 komentar:

  1. Zakat,infaq dan shadaqah sebagai kontribusi untuk perbaikan dan kemakmuran ummat, agar tidak hanya beredar pada orang-orang kaya saja..

    BalasHapus