BAB I
PENDAHULUAN
Umat Islam adalah umat
yang mulia, umat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka
menjadi saksi atas segala umat. Tugas ummat Islam adlah mewujudkan kehidupan
yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu
umat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Bahwa kenyataan bahwa
umat islam kini jauh dari kondisi ideal. adalah akibat belum mampu mengubah apa
yang dianugerahkan Allah pada umat islam belum dikembangkan secara optimal.
Padahal ummat islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi
sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu
dikembangkan secara seksama. tentu diperoroleh hasil yang optimal. Pada saat
yang sama , jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah islamiyah kaum
muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan
ekonomi akan makin dapat dipersempit.
Salah satu sisi ajaran
islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan kemiskinan dengan
cara mengoptimalkan pengumpulan dana pendayagunaan sedekah, infaq dan wakaf
dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW serta penerusnya dizaman-zaman islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ZAKAT
a. Pengertian
dan Dasar Hukum Zakat
Zakat
adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang
berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu
dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul
adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk
Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat,
wajiblah membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Dari
sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah
fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut “muzakki”,sedangkan
orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”.Zakat merupakan
pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk mengalahkan
kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan hati. Di dalam
Alquran Allah telah berfirman sebagai berikut:
“Dan
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. Q.S.
Al-Baqarah, 2:110
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada
jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan)”.Q.S. At-Taubah, 9:60.
“Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan
mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui”. Q. S. At-Taubah, 9:103.
Adapun
hadis yang dipergunakan dasar hukum diwajibkannya zakat antara lain adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:
Dari
Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW ketika mengutus Mu’az ke Yaman, ia bersabda: “Sesungguhnya
engkau akan datang ke satu kaum dari Ahli Kitab, oleh karena itu ajaklah mereka
untuk bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya aku adalah
utusan Allah. Kemudian jika mereka taat kepadamu untuk ajakan itu, maka beritahukannlah
kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka atas mereka salat
lima kali sehari semalam; lalu jika mereka mentaatimu untuk ajakan itu, maka
beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka,
yang diambil dari orang-orang kaya mereka; kemudian jika mereka taat kepadamu
untuk ajakan itu, maka berhati-hatilah kamu terhadap kehormatan harta-harta
mereka, dan takutlah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya
antara doa itu dan Allah tidak hijab (pembatas)”.
Adapun
harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:
1.
Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
2.
Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
3.
Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
4.
Harta perdagangan.
5.
Harta galian termasuk juga harta rikaz.
Adapun
orang yang berhak menerima zakat adalah:
1.
Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
2.
Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya
sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.
3.
Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat untuk
dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
4.
Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi zakat
agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.
5.
Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha
untuk menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
6.
Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan membayarnya.
7.
Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.
8.
Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan
yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).
b.
Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Sejak
Islam memsuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan sumber sumber dana
untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa Indonesia melawan
penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana tersebut akan digunakan
untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur. Pada tanggal 4 Agustus
1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah untuk mengawasi
pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh penghulu atau naib sepanjang
tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk melemahkan kekuatan rakyat yang
bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda melarang semua pegawai dan priyai
pribumi ikut serta membantu pelaksanaan zakat. Larangan itu memberikan dampak
yang sangat negatif bagi pelakasanaan zakat di kalangan umat Islam, karena
dengan sendirinya penerimaan zakat menurun sehingga dana rakyat untuk melawan
tidak memadai. Hal inilah yang tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial
Belanda.
Setelah
Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang mengurus masalah zakat.
Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah terfokus pada masalah zakat,
yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk melaksanakan zakat secara
efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan cara-cara yang lebih luas
dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden inilah yang mendorong
dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.
c.
Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan
pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat yang tergerak
hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa perusahaan dan masyarakat
membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas mengelola dan zakat, infak dan
sedekah dari karyawan perusahaan yang bersangkutan dan masyarakat. Sementara
pemerintah juga membentuk Badan Amil Zakat Nasional.
Dalam
pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
1.
Pengelolaan harus berlandasakn Alquran dan Assunnah.
2.
Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil
zakat,
pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang terbuka.
3.
Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
4.
Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan sebaik-
baiknya.
Selain
itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat, antara lain:
1. Mengangkat
harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
dan
penderitaan.
2.
Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
3.
Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
4.
Meningkatkan syiar Islam
5.
Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
6.
Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
d.
Hikamah Ibadah Zakat
Apabila
prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat dilaksanakan dipegang
oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan zakat, infak, dan
sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap menerapkan empat fungsi
standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak maupun sedekah akan tercapai.
Zakat
memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi masyarakat
muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa manusia untuk
suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong dan angkuh yang
biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.
Bagi
mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan sekaligus
menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya, sehingga
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Bagi
masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan dan
pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat muslim
tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan kepada
mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.
B. INFAQ
a. Pengertian infaq
Secara
lughawi (etimologis) infaq berasal dari akar kata n-f-q نفض yang berarti
membelanjankan harta.
Dalam istilah fiqih infaq (infak) adalah mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik untuk perkara ibadah (mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan.
Dari pengertian di atas, maka menafkahi anak
istri termasuk daripada infaq.
Infaq secara hukum terbagi menjadi: (a) Infaq
mubah; (b) infaq wajib; (c) infaq haram; (d) infaq sunnah.
Mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti
berdagang, bercocok tanam seperti tersebut dalam QS Al-Kahfi 18:43 وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا
أَنفَقَ فِيهَا
Mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti
(i) membayar mahar (maskawin) seperti disebut dalam QS Al-Mumtahanah :10 وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُو.
(ii) menafkahi istri (QS An-Nisa 4:34 الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ).
(iii) Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah (QS At-Talaq 65:6-7)
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِن كُنَّ أُولاتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh
Allah yaitu:
(i) Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam. QS Al-Anfal 8:36 إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّواْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,
(ii) Infaq-nya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah. QS An-Nisa' 4:38 وَالَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَن يَكُنِ الشَّيْطَانُ لَهُ قَرِينًا فَسَاء قَرِينً
Artinya: Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.
Yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah. Infaq tipe ini ada 2 (dua) macam yaitu
(i)
infaq untuk jihad QS Al-Anfal:60.
(ii)
infaq kepada yang membutuhkan.
b.
Hikmah dari berinfaq
1)
Untuk mengangakat kehidupan orang-orang yang
fakir untuk hidup yang layak
2)
Supaya tidak nampak perbedaan yang terlalu
mencolok antara si kaya dan si miskin dan ternyata kemiskinan itu sangat
berbahaya, karena agama juga bisa terjual.
3)
Kehidupan dalam masyarakat tanpa ada yang
berinfaq yang kaya boros yang miskin hampir menjual agamanya, akan ada revolusi
kelaparan yaitu orang-orang yang miskin akan berontak, harta bukan hanya
keliling kepada orang-orang yang kaya saja.
C.
SEDEKAH
a. Pengertian Sedekah.
Sedangkan “Sedekah“ secara bahasa berasal dari akar
kata (shodaqa) yang terdiri dari tiga huruf : Shod- dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur.
Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.
Sedekah
bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka
Rasulullah menyebut sedekah sebagai burhan (bukti), sebagaimana sabdanya :
وعن أبي مالكٍ الحارث بن عاصم الأشعريِّ - رضي الله عنه - ، قَالَ
: قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمان ،
والحَمدُ لله تَمْلأُ الميزَانَ ، وَسُبْحَانَ الله والحَمدُ لله تَملآن - أَوْ
تَمْلأُ - مَا بَينَ السَّماوات وَالأَرْضِ، والصَّلاةُ نُورٌ ، والصَّدقةُ بُرهَانٌ ،
والصَّبْرُ ضِياءٌ ، والقُرْآنُ حُجةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ .كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو
فَبَائعٌ نَفسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُها رواه مسلم
Dari
Abu Malik Al harits Bin Ashim Al as'ariy ra.. ia berkata: Rasulullah saw
bersabda: "Suci adalah sebagian dari iman, membaca alhamdulillah dapat
memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah dapat memenuhi semua yang ada
diantara langit dan bumi, salat adalah cahaya, sedekah itu adalah bukti iman, sabar adalah pelita dan AlQuran untuk
berhujjah terhadap yang kamu sukai ataupun terhadap yang tidak kamu sukai.
Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, kemudian ada yang membebaskan
dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).
Sedekah bisa diartikan juga dengan
mengeluarkan harta yang tidak wajib di jalan Allah. Tetapi kadang diartikan
sebagai bantuan yang non materi, atau ibadah-ibadah fisik non materi, seperti
menolong orang lain dengan tenaga dan pikirannya, mengajarkan ilmu,
bertasbih, berdzikir, bahkan melakukan hubungan suami istri, disebut juga
sedekah. Ini sesuai dengan hadits :
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه أنَّ ناساً
قالوا : يَا رَسُولَ الله ، ذَهَبَ أهلُ الدُّثُور بالأُجُورِ ، يُصَلُّونَ كَمَا
نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أمْوَالِهِمْ
، قَالَ : أَوَلَيسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُونَ بِهِ : إنَّ
بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقةً ، وَكُلِّ تَكبيرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَحمِيدَةٍ
صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً ، وَأمْرٌ بالمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ ،
وَنَهيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وفي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قالوا :
يَا رسولَ اللهِ ، أيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أجْرٌ ؟
قَالَ : أرَأيتُمْ لَوْ وَضَعَهَا في حَرامٍ أَكَانَ عَلَيهِ وِزرٌ ؟ فكذَلِكَ
إِذَا وَضَعَهَا في الحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ رواه مسلم
Dari
Abu Dzar radhiallahu 'anhu : Sesungguhnya sebagian dari para sahabat
berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah,
orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka
bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah
telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah? Sesungguhnya tiap-tiap
tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil
adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran
adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya)
adalah shadaqah“. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah
seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang
memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia
memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. (HR. Muslim)
D. WAKAF
1. Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut
istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil
manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuanIslam. Menahan suatu benda yang
kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula
diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah
seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang
kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian
wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum
milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia
melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa
memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh
dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.
Pengertian
wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf
dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut
kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifahini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf
(wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia
sudah meninggal baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan
definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian
wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta,
dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut
walaupun sesaat
Pengertian
wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum
seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang
berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari
definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu
diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan
bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan
adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan,
mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum,
misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan
sebagainya.
Hukum
wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan
sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya
terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus
selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat.
Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ
اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ
يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
“Apabila anak Adam meninggal dunia maka
terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang
mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak
boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut
harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum
sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan
sebidang tanah diKhaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan
dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan
sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan
tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan
tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Syarat dan Rukun
Wakaf
a. Syarat
Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai
berikut:
1) Diwakafkan untuk
selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang
akan datang. Misalnya, “Saya
wakafkan bila dapat
keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini
disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang
diwakafkan
(mauquf) itu
b. Rukun
Wakaf
1)
Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a.
kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun
non Islam
2)
Sesuatu (harta) yang diwakafkan
(mauquf), syartanya;
a.
barang yang dimilki dapat
dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan
maupun dikemudian hari
b.
milki sendiri walaupun hanya
sebagian yang diwakafkan ataumusya (bercampur dan t
idak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
3)
Tempat berwakaf (yang berhaka
menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam
kandungan tidak syah.
4)
Akad, misalnya: “Saya wakafkan
ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu
qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa
dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta
yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh
pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu,
harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat
untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam
Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu
sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang
bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan
itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ
اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ
يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
“Apabila anak Adam meninggal dunia maka
terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang
mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya
agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil
wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah,
pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas
tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena
itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau
mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini
dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat
dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.
4. Pelaksanaan Wakaf di
Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata
Cara Pendaftaran Tanah
mengenai Perwakafan
Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No.
1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik.
4)
Peraturan Direktur Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir
dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Tata
Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak
yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan
Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan
secara lisan, jelas dan
tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang
mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan
menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
3. Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar
wakaf secara tertulis
dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau
Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir
dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi
4. Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus
merupakan tanah milik. Tanah
yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan
atau sengketa
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa,
dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf
Tanah.
c.
Surat yang Harus Dibawa
dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta
dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau
sertifikat sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa
yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan
kebenaran pemilikan tanah dan tidak
tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau
Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat
d.
Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau
bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda
wakaf
1. Hak Nadir
a.
Nadir berhak menerima
penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari
10 % ari hasil bersih tanah wakaf
b.
Nadir dalam menunaikan tugasnya
dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya
ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau
Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus
dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
a.
menyimpan dengan baik lembar
kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
b.
memelihara dan memanfaatkan
tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
c.
menggunakan hasil wakaf sesuai
dengan ikrar wakafnya.
5) Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat
suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau
dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya
akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali
dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual.
Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti
barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak
tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan,
yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina
Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi
masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang
baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok
wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan
tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
6)
Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor
pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf.
Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan.
Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan
secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan
wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang
mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum.
Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah
cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan
penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan
diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan
yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih
kecil.
7)
Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1.
Melaksanakan perintah Allah SWT
untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱرۡڪَعُواْ وَٱسۡجُدُواْ
وَٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمۡ وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّڪُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
2.
Memanfaatkan harta atau barang
tempo yang tidak terbatas
Kepentingan
diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat
Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini,
rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ
الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya:
“Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan
kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
3.
Mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi
Wakaf
biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ
مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang
khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang
yang menerima atau masyarakat adalah:
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian zakat adalah mengambil sebagian
harta dengan ketentuan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu.
Menurut kewajiban melakukannya, zakat adalah amal ibadah yang wajib dijalankan
oleh setiap muslim yang dikenai kewajiban membayar zakat dan diberikan kepada 8
golongan masyarakat
Sedekah adalah bentuk infak yang lebih khusus
lagi, yaitu pembelanjaan yang dilakukan di jalan
Allah. Bersedekah tidak harus berupa uang. Kita juga dapat melakukannya dengan
cara berbagi pikiran yang berguna dan membantu dengan tenaga.
Infak adalah semua jenis pembelanjaan seorang muslim untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat
Infak adalah semua jenis pembelanjaan seorang muslim untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat
Perbedaan zakat, infak dan sedekah yang kedua adalah waktu pembayarannya. Kita dapat berinfak dan bersedekah kapan saja ketika memiliki kemampuan membayarnya. Sedangkan waktu pembayaran zakat hanya boleh dilakukan pada masa-masa tertentu saja. Zakat fitrah wajib dibayarkan selama bulan Ramadhan, lalu zakat maal dibayarkan ketika telah mencapai nisabnya dan dimiliki penuh selama setahun.
3.2 Saran
Dalam makalah kami ini, masih banyak hal yang
harus diperbaiki dan dikoreksi, materi-materi yang disajikan pun masih belum
lengkap. Untuk itu kami sangat mengharapkan kontribusi positif untuk kemajuan
kita bersama, karena kami tidak menunggu sempurna untuk melakukan sesuatu, tapi
kami melakukan sesuatu untuk menuju kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.ahmadzain.com/read/ilmu/384/pengertian-zakat-infak-dan-
sedekah/ http://www.google.com/url?
thanks kaka
BalasHapusZakat,infaq dan shadaqah sebagai kontribusi untuk perbaikan dan kemakmuran ummat, agar tidak hanya beredar pada orang-orang kaya saja..
BalasHapus